Refleksi IWD Dalam Perjuangan Serikat Pekerja/Buruh Di Sumut
Medan, 14 Maret 2024
Beberapa hari lalu tepatnya 8 Maret 2023, merupakan Hari Perempuan Internasional (IWD). Di seluruh dunia para aktifis perempuan melakukan berbagai aktifitas guna merayakan IWD tersebut.
Baca : Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2024, Ini Tema Peringatan Tahun Ini (detik.com)
Di Kota Jakarta, salah satu bentuk perayaan IWD adalah aksi massa dengan melakukan long march keliling kota. Berbagai isu disampaikan dalam aksi massa tersebut dengan alat pengeras suara serta alat peraga berupa poster dan spanduk.
Ada juga yang merayakan IWD dengan diskusi guna merefleksikan perjuangan perempuan hari ini. Dari berbagai topik diskusi yang ada, kesetaraan gender adalah isu yang paling banyak dibicarakan.
Baca : (Lawan ?/!) “BUDAYA PATRIARKI YANG MENINDAS KAUM PEREMPUAN” (buruhmerdeka.com)
Serikat Pekerja Multi Sektor Sumatera Utara (SPMS-SU) pimpinan Meliana, S.H., pun merefleksikan tentang kesetaraan gender hari ini. Tentunya, gambaran yang dibaca adalah kondisi perjuangan buruh/pekera didalam serikatnya sendiri.
SPMS-SU yang dipimpin Meliana, S.H., adalah salah satu serikat pekerja/buruh yang mayoritas pengurusnya adalah perempuan. Gambaran ini dilihat sebagai bentuk nyata dimana perempuan juga berkemampuan menjalankan organisasi.
Baca Juga : Buruh Harus Berserikat Saat Berada Dalam Hubungan Industrial (buruhmerdeka.com)
Serikat tersebut bukannya menutup kesempatan laki-laki sebagai bagian dari pengurus. Namun kenyataannya kaum laki-laki yang menjadi pengurus terlihat kurang mampu menjalankan serikat yang syarat utamanya adalah sabar.
Dari diskusi tersebut memang sangat disadari cukup kompleks masalah yang ada pada kaum buruh/pekerja. Selain penegakan hukum yang lemah, buruh/pekerja juga berhadapan dengan dirinya sendiri.
Justru yang terlihat cukup berat menghadapinya adalah kelemahan dari diri buruh/pekerja itu sendiri. Ego, malas, individualistis, sulit kerja sama, minim semangat, kurang fokus dan lainnya menjadi masalah terbesar buruh/pekerja saat ini.
Hal tersebutlah yang mensyaratkan pengurus serikat harus memiliki sabar yang luar biasa. Sabar yang memodali pengurus untuk dapat menjalankan program nya terkhusus program melawan sikap buruk dari dalam buruh/pekerja itu sendiri.
Dari sini terbukti di SPMS-SU sendiri bahwa ternyata pengurus dari kaum perempuan lebih bisa bergerak menjalankan serikat. Namun bukan tanpa tantangan juga, sebab anggota serikat yang mayoritas laki-laki terkadang sulit diarahkan ketika dipimpin oleh perempuan.
SPMS-SU merefleksikan bahwa pada dasarnya kaum laki-laki dalam serikat sudah paham tentang pembagian peran. Dimana terlihat nyata oleh anggota sendiri bahwa kepemimpinan perempuan lebih bisa menjalankan serikat ketimbang laki-laki. Disadari juga bahwa untuk kerja-kerja serikat yang bersifat fisik, memang baiknya diambil alih oleh kaum laki-laki.
Serikat ternyata mampu mematangkan kesadaran kaum perempuan dan laki-laki tentang kesetaraan gender. Serikat ternyata dapat menjadi media yang membangkitkan kesadaran gender lewat kerja-kerja rutin yang ada didalam serikat.
Akhirnya, refleksi tersebut merekomendasikan agar kepengurusan serikat yang akan dibangun kedepan harus melibatkan perempuan. Dimana, jika anggota seluruhnya laki-laki, maka kaum Ibu atau anak perempuan harus ditarik ke serikat menjadi pengurus. Hal ini dilihat dalam diskusi tersebut dapat menjadi cara dalam meningkatkan kesadaran gender di kalangan buruh/pekerja.
Akhir diskusi tersebut, di tutup dengan mengevaluasi kerja kerja serikat yang sedang berjalan dan mandek, dengan menyusun kembali peran masing-masing anggota dan pengurus dalam kerja tersebut. (Rarae)