Mengenal Tindakan Penahanan Yang Diatur Dalam KUHAP (Bag. 1)
LBH & PHAM Indonesia Bonum Communae
Pojok Masyarakat Belajar
Medan, 22 Desember 2023
Masih ingat dengan perkara yang akrab dikenal dengan perkara SIANIDA ?. Perkara ini menyangkut Jesika Kumalawongso yang dahulu diduga sebagai pelaku pembunuhan berencana. Alat yang digunakannya adalah SIANIDA. Saat ini dia sudah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana dan sedang menjalani hukumannya.
Baca Juga : Berita dan Informasi Jessica kumala wongso Terkini dan Terbaru Hari ini – detikcom
Korban dari SIANIDA tersebut adalah sahabat Jesika yang bernama Wayan Mirna Salihin, anak dari Edi Darmawan Salihin.
Jesika sendiri setelah ditangkap pada tanggal 30 Januari 2016, selanjutnya ditahan pada hari itu juga dengan surat perintah penahanan. Sebelumnya pada tanggal 29 Januari 2016, Jesika sudah ditetapkan sebagai Tersangka oleh Pihak Kepolisian. Dia diduga melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.
Penahanan tidak hanya dapat dilakukan untuk perkara pembunuhan, penahanan juga dapat dilakukan untuk perkara lainnya. Orang yang dapat dikenakan penahanan adalah orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka maupun terdakwa.
Namun apa dan bagaimana yang dimaksud dengan penahanan tersebut ?. Oleh karena masih banyaknya masyarakat yang belum memahaminya maka LBH & PHAM Indonesia Bonum Communae akan memberi uraian ringan terkait dengan penahanan tersebut.
Baca Juga : Mengenal Lebih Dekat Mengenai Upaya Paksa Berupa Penangkapan (buruhmerdeka.com)
Penahanan merupakan penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik. Selain penyidik, penuntut umum dan hakim dengan penetapannya juga dapat melakukan penahanan tersebut. Tentunya penahanan ini dilakukan dengan cara yang telah diatur oleh undang-undang.
Ada tiga jenis penahanan, yaitu Penahanan Rumah Tahanan Negara (Penahanan Rutan), Penahanan Rumah dan Penahanan Kota. Penahanan Rutan adalah penahanan yang dilakukan di rumah tahanan negara. Penahanan Rumah, adalah penahanan yang dilakukan di rumah tersangka atau terdakwa. Sedangkan penahanan kota, adalah penahanan yang dilakukan di kota/ kabupaten tempat ditetapkannya penahanan.
Penahanan Rumah, adalah penahanan yang dilakukan dimana si tersangka/ terdakwa tidak boleh keluar dari rumahnya. Sedangkan penahanan Kota, adalah penahanan yang dilakukan dimana si tersangka/ terdakwa tidak boleh keluar dari kota/ kabupaten tempat dia ditahan.
Masa penahanan yang dijalani oleh tersangka/ terdakwa, digunakan untuk mengurangi hukumannya yang telah diputuskan. Untuk Penahanan Kota, seperlima dari lamanya penahanan kota tersebut, akan digunakan untuk mengurangi hukuman tahanan tersebut. Untuk tahanan rumah, sepertiga dari lamanya penahanan kota tersebut, akan digunakan untuk mengurangi hukuman tahanan tersebut. Unntuk Tahanan Rutan sendiri, seluruh masa tahanannya digunakan untuk mengurangi hukuman yang dijatuhkan.
Pada tahap penyidikan, penyidik dari suatu perkara dapat melakukan penahanan terhadap tersangka. Dalam tahap penuntutan, penuntut umum dapat melakukan penahanan terhadap terdakwa. Tahap pemeriksaan di Pengadilan mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi (Tingkat Banding) dan Mahkamah Agung (Tingkat Kasasi), hakim dapat melakukan penahanan.
Syarat-syarat penahanan terbagi 2, yaitu syarat yang bersifat subjektif dan syarat yang bersifat objektif. Syarat penahanan yang bersifat subjektif adalah syarat dimana pejabat yang menahan yang menentukan perlu tidaknya penahanan dilakukan. Pejabat tersebut dalam menilai perlu tidaknya dilakukan penahanan, menentukannya berdasarkan tiga pertanyaan. Pertanyaan tersebut tentang apakah tersangka/terdakwa akan melarikan diri ? akan menghilangkan barang bukti ? atau akan mengulangi tindak pidana.
Syarat penahanan yang bersifat objektif, ditentukan dari jenis tindak pidana apa yang diduga dilakukan tersangka/ terdakwa. Dari syarat objektif ini jelas dapat diketahui bahwa tidak semua tindak pidana dapat dikenakan penahanan terhadap tersangka/ terdakwanya. Adapun tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan yaitu tindak pidana yang ancaman pidananya maksimal 5 tahun ke atas.
Selain itu, telah ditentukan oleh undang-undang, beberapa tindak pidana yang hukumannya tidak sampai 5 tahun, namun dapat ditahan. Tindak pidana tersebut adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1). Selanjutnya adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a. Berikutnya adalah Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 KUHAP. Yang terakhir adalah Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie, Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi, Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. (Meliana)