BeritaFamily and ParentingHukumLegislasiLife StylePerjuanganSosial

(Lawan ?/!) “BUDAYA PATRIARKI YANG MENINDAS KAUM PEREMPUAN”

SELAMAT HARI PEREMPUAN SEDUNIA 2024,

UNTUK PARA PEREMPUAN DIMANAPUN BERADA, SALAM SOLIDARITAS….

Ulinawati/ Ulianov Conselo

Karena kodratnya yang istimewa seperti  hamil, melahirkan dan menyusui, seharusnya perempuan menjadi kaum yang istimewa. Ia berperan penting pada siklus kehidupan anak anaknya yang merupakan generasi berikutnya. Peran perempuan yang sangat penting ini berbanding terbalik dengan peran laki-laki  dalam merawat dan membesarkan anak-anaknya.

Dari sinilah dimulai akar persoalan permasalahan perempuan. Perempuan hamil, melahirkan dan menyusui dianggap kodrat ciptaan Tuhan yang tidak bisa berubah. Sedangkan merawat, menjaga dan melindungi anak-anak, seharusnya dapat dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan.

Ada kepercayaan hampir disemua masyarakat tentang pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bekerja dirumah, mengurus rumah, nyuci, masak, dan semua pekerjaan-pekerjaan domestik. Sedangkan Tugas laki-laki dianggap bekerja untuk mencari nafkah sehingga dianggap layak disekolahkan lebih dari perempuan.

Laki-laki lebih diberi kesempatan untuk maju dan berkembang karena perannya yang dianggap pencari nafkah. Sedangkan perempuan dianggap kaum lemah yang harus dilindungi oleh laki-laki. Laki-laki dianggap memiliki peran besar dalam hidup perempuan, sehingga dianggap tidak perlu disekolahkan tinggi-tinggi. Perempuan tidak diberi keluar rumah, dan dibatasi segala tindakannya.

Sekalipun itu sebuah keputusan yang tidak adil, namun itu sudah tertanam dipikiran manusia sejak dahulu. Pemahaman tersebut terjadi secara turun temurun, dimana ternyata sebagian besar kaum perempuan menerima pandangan tersebut.

Budaya patriarki merupakan sebuah sistem sosial di masyarakat dimana laki-laki memiliki kewenangan utama dalam sistem sosial. Posisi perempuan sendiri dianggap tidak seistimewa laki-laki terkait dengan kewenangannya dalam kehidupan sehari-hari.

Jika berbicara tentang perempuan, kita harus terlebih dahulu memahami tentang apa itu Gender.

Gender merupakan perbedaan yang terlihat antara laki-laki dan perempuan dari nilai dan tingkah laku. Gender berasal dari bahasa latin yaitu GENUS yang berarti jenis atau tipe. Ia adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial dan budaya.

Di Indonesia sendiri banyak daerah yang masih memegang teguh persepsi patriarki ini. Sebut saja daerah Bali, Batak, Jawa pada kebiasaan dan adat budayanya. Disana sangat kental budaya patriarki yang memperlihatkan kuasa besar kaum laki-laki terhadap perempuan. Terciptanya budaya patriarki melahirkan ketidaksetaraan gender dan diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini terjadi hampir disemua sektor termasuk politik, tatanan sosial, agama dan relasi terhadap ekonomi.

Istilah gender  ini pertama sekali dikemukakan oleh para ilmuan sosial, guna menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan. Banyak yang mencampur ciri-ciri  manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan non kodrati (gender) yang bisa berubah. Sehingga hasilnya justru sebuah ketidak adilan dalam tatanan kehidupan.

Hal ini telah memunculkan Isu terkait tentang Kesetaraan Gender yang sejak lama tidak terpecahkan diseluruh dunia. Baik di negara maju apalagj negara berkembang seperti indonesia, hal ini belum terpecahkan juga.

Masalah ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan meliputi keterbatasan akses dalam banyak hal. Salah satunya yang paling menonjol adalah akses terhadap pendidikan.

Dimasyarakat, Laki-laki dan perempuan tidak sama kemampuannya dalam menikmati hak-haknya sebagai manusia. Berbagai masalah yang berhubungan dengan kesetaraan gender terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya diskriminasi terhadap perempuan.

Diskriminasi terkait upah laki-laki dan perempuan pertama sekali ditemukan di negara Prancis. Upah buruh laki-laki dibayar lebih besar dari upah buruh perempuan. Peristiwa inilah yang memicu perjuangan atas kesetaraan gender disana.

Konsep kesetaraan gender merujuk pada kesetaraan maksimal antara laki-laki dan perempuan. Hal ini termasuk dalam menikmati hak-hak politik, ekonomi, sipil, sosial dan budaya. Tidak ada individu yang dapat ditolak aksesnya atas hak-hak tersebut diatas. Dan tidak pula ada yang dapat merampasnya  karena alasan jenis kelamin.

Secara politik, konsolidasi gerakan perempuan di dalam negeri mendapat penguatan  atau legitimasi. Hal ini diperoleh dari konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan oleh PBB. Jika ada negara melarang perempuan berpolitik kritis, maka mandat konferensi Internasional tersebut dapat menjadi legitimasi bagi aktivis perempuan untuk bergerak.

Ada dua konferensi internasional yang signifikan, yaitu Konferensi Internasional HAM yang diselenggarakan di Wina (Austria) pada 1993. Konfrensi ini menghasilkan Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan.

Baca : Komnas Perempuan

Berikutnya adalah Konferensi Perempuan Internasional yang diselenggarakan di Beijing pada 1995. Konfrensi ini menghasilkan mandat untuk mengentaskan perempuan dari posisi marginalnya, baik akibat pembangunanisme (yang kapitalistik atau mementingkan pertumbuhan ekonomi daripada kesejahteraan) maupun strategi politik nasional.

Baca Juga : Landasan aksi dan deklarasi Beijing: persamaan pembangunan perdamaian | Perpustakaan Komnas Perempuan

Perlawanan terhadap ideologi gender Orde Baru, disertai dengan penyadaran gender dalam bentuk training gender bagi laki-laki dan perempuan. Training gender ini menjadi bagian dari agenda politik sejak awal dekade 1990-an. Dari training-training ini para Aktivis perempuan lantas terkonsolidasikan dalam jaringan-jaringan pejuang kesetaraan Gender.

Dari sini, Aktivis perempuan terkonsolidasikan dalam jaringan kerja gender pada skala daerah hingga nasional. Jaringan kerja ini melakukan sejumlah agenda politik perempuan baik di daerah dan nasional secara signifikan.

Adanya Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, membuat aktivis perempuan mempunyai legitimasi untuk mengungkap dan melawan kekerasan. Dimensi kekerasan terhadap perempuan dalam perkembangannya terlihat cukup luas.

Pada Era Reformasi, para pemerhati perempuan dan aktivis mahasiwa termasuk buruh, banyak membentuk kelompok dan organisasi-organisasi perempuan. Bahkan isu-isu kesetaraan gender menjadi tuntutan dalam setiap aksi mahasiswa buruh dan petani dan berbagai elemen rakyat lainnya.

Baca Juga : MARSINAH, PERJUANGAN BURUH PEREMPUAN & ALIANSI LINTAS SEKTOR (buruhmerdeka.com)

Cukup banyak diskusi dan aksi yang dilakukan guna membuka pemahaman dan memperjuangkan kesetaraan gender ini. Hasilnya pun cukup luar biasa, dimana banyak bermunculan organisasi-organisasi perempuan yang mengusung isu-isu perempuan.

Isu-isu tersebut cukup beragam, mulai dari KDRT, diskriminasi, kekerasan seksual hingga kesetaraan gender. Didalamnya juga termasuk isu pemberian kesempatan bagi kaum perempuan untuk ikut berpolitik dan ditempatkan di tepat-tempat strategi di legeslatif dan eksekutif.

Di tahun 2005, keterwakilan calon anggota legislatif dari perempuan ditetapkan mencapai 30 persen ditiap daerah pemilihan. Dari sini, bermunculan nama-nama perempuan yang ikut berpartai dan berpartisipasi secara aktif di dunia politik.

Banyak juga yang behasil duduk di tempat strategis dan dipuncak kekuasaan, namun hinga hari ini kondisi perempuan tetap termazinalkan. Di pabrik-pabrik,  disawah, diladang dan di perkantoran termasuk di rumah, kaum perempuan masih terbelenggu oleh budaya patriaki.

Perempuan sejak kecil hinga dewasa dihadapkan pada kenyataan disemua aspek kehidupan, politik, pendidikan, budaya, serta terhadap relasi ekonomi, tetap mengalami diskriminasi, kekerasan, KDRT dan melakukan peran ganda antara bekerja diluar rumah dan tangung jawab kerja-kerja domestik yang tidak ada pernah habisnya.

Sungguh sangat ironis padahal perempuan adalah ibu dari sumber inspirasi tentang cinta tulus dan murni, sumber kekuatan terbesar dalam setiap perubahan pada masa nya.

HIDUP PEREMPUAN!!!

PEREMPUAN SEDUNIA BERSATULAH!!!

Demo IWD 2024
Demo IWD 2024
What’s your Reaction?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button